Malam
itu malam jum’at kliwon. Penduduk desa beramai-ramai Mendatangi sebuah
pohon besar yang tumbuh ditepian sungai. Laki-laki, perempuan, tua, muda
datang membawa barang-barang yang akan digunakan untuk sesajen. Ada
nasi tumpeng dengan ayam panggang, rook, kembang setaman, ayam hitam
mulus, kemenyan dan lain-lain.
SYETAN telah merasuk ke
dalam jiwa dan membelenggu hati mereka dengan keyakinan bahwa pohon
besar itu dihuni oleh makhluk halus yang bisa mengabulkan semua
keinginan mereka. Sehingga mereka datang memuja-muja mahluk penunggu
pohon seraya menyebutkan keinginannya. Ada yang ingin kaya, ada yang
ingin gampang jodoh, ada yang ingin laris daganggannya, bahkan ada yang
ingin kebal senjata. Ada juga yang ingin menanyakan berapa nomor undian
yang keluar minggu ini.
Iblis
semakin bersorak gembira karena pengikutnya semakin lama semakin
bertambah banyak. Lain halnya dengan pak Kyai Jarkoni, seorang tokoh
agama didesa itu yang semakin jengah dengan kemusyrikan dan dilihatnya
setiap hari.
“Kasihan.
Mereka tidak tahu bahwa iblis telah memperdaya mereka. Mereka akan
dijadikan teman iblis di dalam neraka. Aku tidak boleh tinggal diam.
Satu-satunya cara adalah ... menebang pohon itu!”
Selesai
sholat subuh Kyai Jarkoni melangkah mantap dengan membawa kapak besar
dipundaknya menuju pohon besar itu berada. Iblis yang sengaja tinggal di
pohon besar itu tiba-tiba terperajat. Matanya silau dengan kilauan
logam kapak Kyai Jarkoni yang ditimpa sinar matahari pagi.
“Hah?!! Ada orang bawa kapak mendatangi pohonku. Gawat! Hawanya lain. Dia orang berilmu .... aku harus waspada!”
Atas
kehendak Allah, Kyai Jarkoni memiliki kemampuan melihat dan berbicara
dengan mahluk halus. Sehingga dengan mudah ia berkomunikasi dengan
penunggu pohon itu.
“Hai Iblis Pergi kau! Aku akan menebang pohon ini karena telah banyak menyesatkan manusia”
“Aku tidak akan membiarkan engkau menenang pohon ini!”
“Tidak peduli! Aku akan menebangnya!”
Tiba-tiba
iblis mencekik leher Kyai Jarkoni. Tak mau kalah, Kyai Jarkoni
memegangi tanduk iblis itu. Perkelahian tidak bisa dihindarkan. Keduanya
saling bergulat, saling banting. Cukup lama keduanya berkelahi sampai
akhirnya Kyai Jarkoni membanting iblis hingga tersungkur ke tanah.
Dadanya diinjak. Iblis tak berkutik.
“Baiklah ! aku kalah. Aku tidak menghalangimu lagi menebang pohon ini”
Kyai
Jarkoni melepas iblis dan membiarkannya dia pergi, namun ia merasa
sangat lelah. Tenaganya terkuras habis dalam perkelahian tadi. Jangankan
menebang pohon, mengayunkan kapakpun rasanya sudah tidak kuat lagi.
Akhirnya ia memutuskan untuk pulang untuk istirahat.Ia berharap esok
hari dapat menebang pohon dengan kondisi yang segar.
Keesokan
harinya Kyai Jarkoni kembali memikul kapak dan melanjutkan pekerjaannya
yang tertunda. Namun tak disangka-sangka iblis kembali datang
menghalangi sehingga terjadilah perkelahian yang lebih seru dari
sebelumnya. Lagi-lagi iblis dibuat bertekuk lutut di kaki Kyai Jarkoni
dan berjanji tidak akan mengulangi lagi. Karena kehabisan tenaga, Kyai
Jarkoni tidak mampu menebang pohon saat itu. Ia kembali pulang
beristirahat untuk memulihkan tenaganya. Ia akan menebang pohon itu
esoknya.
Pagi-pagi
Kyai Jarkoni kembali memangkul kapak. Dari kejauhan ia kembali melihat
iblis sedang berdiri bersandar dipohon. Raut mukanya kali ini tidak
beringas seperti dua hari sebelumnya. Iblis yakin bahwa tidak mungkin
bisa mengalahkan manusia yang kuat aqidahnya dengan cara bertarung
fisik. Satu-satunya cara adalah dengan menggunakan tipu daya’. Dengan
lemah lembut iblis berkata,
“Wahai Kyai
Jarkoni. Tahukah kau mengapa aku mencegahmu untuk menebang pohon itu?
Aku kawatir dan kasihan padamu. Walaupun pohon itu sudah ditebang, belum
tentu mereka akan sadar. Bahkan mereka akan membencimu dan mencari
pohon lain untuk disembah. Sia-sia kan usahamu? Nah, karena kau telah
mengalahkan aku, sekarang aku ingin membantumu memberantas kemusyrikan
di desa ini. Sementara jangan tebang dulu pohon itu. Aku akan memberimu
uang satu juta setiap hari. Dengan uang itu hidupmu akan tercukupi. Kamu
juga bisa membagi-bagikan uang itu kepada fakir miskin. Kamu bisa
membangun masjid yang indah sehingga orang-orang simpati kepadamu dan
kamu bisa lebih mudah mengajak mereka kembali beribadah kepada Allah.
Bukankah tujuanmu mengajak sebanyak-banyaknya orang beribadah?”
Kyai
Jarkoni merasa apa yang telah diucapkan iblis itu masuk akal. Tipu daya
iblis telah merasuk ke dalam benaknya. Kyai Jarkoni berharap memerangi
kemusyrikan dengan cara persuasif akan membuahkan hasil daripada dengan
cara yang frontal.
“Bagaimana caranya agar aku bisa mendapatkan uang yang kau janjikan itu? Apakah ucapanmu bisa dipercaya?”
“Lihat saja besok pagi di bawah bantalmu. Kalau tidak ada kau boleh menebang pohon ini!”
“Baiklah. Tapi awas, kalau ingkar, kau tidak akan bisa menghalangiku menebang pohon ini”
Kyai
Jarkoni pulang kerumahnya sambil berangan-angan bahwa besok pagi ia
akan mendapatkan uang satu juta di bawah bantal. Keesokan paginya,
dengan jantung berdebar Kyai Jarkoni membuka bantalnya....
“Haah? Uang seratus ribuan! Sepuluh lembar!”
Walau
begitu, Kyai Jarkoni masih ragu apakah uang itu asli atau palsu. Ketika
ia mencoba membelanjakan uang tersebut ternyata asli! Para pedangang
menerima pembayaran uang itu.
“Alhamdulillah, aku akan membagi-bagikan kepada fakir miskin. Bukankah besok aku dapat uang lagi”
Kyai Jarkoni mulai sibuk menghitung uang yang ia terima satu juta setiap hari. Rencana-rencana pun mulai ia susun.
“Tiga
hari tiga juta. Sebulan, 30 juta. Aku akan membeli handphone, mobil,
membangun rumah dan membangun masjid terindah di desa ini”
Menjelang
tidur angan-angan Kyai Jarkoni berkelana. Ia membayangkan masjid yang
dibanngunnya dipenuhi orang-orang untuk beribadah. Mereka berebut
menyalami dan berfoto dengannya. Mengelu-elukan Kyai kaya yang dermawan.
Ia tertidur pulas dengan senyum tersungging. Sementara iblis
menari-nari karena telah berhasil menjebak Kyai Jarkoni.
Di suatu pagi, Kyai Jarkoni terkejut manakala dibalik bantalnya tidak ada lagi uang sama sekali.
“Mana
uang itu? Betul-betul tidak bisa dipercaya. Dasar iblis! Gagal
rencanaku membangun masjid, kutebang saja pohon itu biar tahu rasa!”
Dengan muka merah padam menahan amarah, Kyai Jarkoni bergegas menuju pohon besar itu.
“Kali ini tidak ada kompromi!”
“Mau kemana pak kyai?” Kyai Jarkoni terkejut mendengar sapaan iblis.
“Aku mau menebang pohonmu. Minggir!”
“Tak akan kubiarkan ! Ayo hadapi aku!”
Perkelahian
antara Kyai Jarkoni dan Iblis tidak terelakan lagi. Keduanya sama-sama
mengeluarkan jurus-jurus andalan. Kali ini Kyai Jarkoni kewalahan
menahan serangan-serangan iblis. Ia pun tersungkur, bertekut lutut
dibawah kaki iblis. Ia berteriak-teriak minta ampun, tetapi iblis terus
menginjak-injak dadanya. Dengan congkak iblis berkata, Hai manusia
sombong! Mana kekuatanmu?”
“Hai iblis! Kenapa kau bisa mengalahkan aku?”
“Hahaha!
Kali ini kau ingin menebang pohon gara-gara tidak ada uang di bawah
bantalmu. Ketika kau marah membela hukum atau aqidah Tuhanmu, maka kau
berada dalam genggaman Allah, sehingga aku tidak bisa mengalahkanmu.
Tapi
ketika kau marah karena mengikuti hawa nafsu demi kepentingan dirimu
sendiri, maka kau lepas dari genggaman Allah. Kau bagai biri-biri yang
tak peduli ditinggalkan gembalanya karena asyik terpikat menikmati
rumput yang hijau. Maka leluasalah aku mengalahkanmu. Pergi sana! Jangan
ganggu pohonku lagi!”
Maka,
dengan gontai Kyai Jarkoni pulang sambil menyesali kelengahannya
sehingga begitu mudah ia terperangkap oleh tipu daya iblis.
“Ooh..
bodohnya aku. Sungguh licik dan halus tipu daya iblis. Kupikir kalau
sudah menjadi kyai tidak akan mudah terkecoh. Aku telah takabur sehingga
lengah mau bekerjasama dengan iblis. Pelajaran berharga untukku. Aku
harus selalu waspada dan tak akan berhubungan dengan iblis dalam hal
apapun...”Dasar Kyai Jarkoni, bisa mengajar tapi tidak bisa
nglakoni.....
0 komentar:
Posting Komentar